Jumat, April 08, 2011

Manajemen Produksi Sapi Potong

PENDAHULUAN
Penggolongan tipe ternak tergantung pada potensi yang ada pada masing-masing ternak, yang bisa memberikan keuntungan pada manusia secara menonjol. Misalnya ternak yang bisa memberikan daging yang cukup banyak digolongkan ternak potong, sedangkan yang cenderung lebih tahan dan kuat kerja digolongkan pada ternak tarik dan mereka yang kecenderungannya sama kuat antara daging dan tenaga kerja digolongkan ternak dwifungsi, ada juga yang dapat memberikan hasil susu yang banyak disebut dengan ternak perah.

Yang disebut dengan ternak besar disini adalah ternak ruminansia besar seperti sapi dan kerbau, sedangkan yang termasuk dalam ternak ruminansia kecil adalah kambing dan domba.
Sapi potong di Indonesia tidaklah terlalu banyak jenisnya, sebut saja sapi Bali, sapi Madura, sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Sumba Ongole (SO). Termasuk sapi susu adalah Fries Holland, Jersey, Ayrshire, Brown Swiss dan Guerensey sedangkan type dwiguna adalah jenis Simental dan Australia Illawara Shorthorn.


Untuk meningkatkan mutu genetik sapi, banyak didatangkan sapi-sapi jenis potong dari luar negeri, seperti misalnya Simental, Limousin, Brahman, Drough master, Hereford, Charolais dan Angus. Sapi-sapi tersebut kemudian disilangkan dengan sapi lokal yang ada.
Pejantan pejantan tersebut diambil spermanya, kemudian dibuat menjadi semen beku yang dilakukan di dua Balai Inseminasi Buatan yang ada di Indonesia yaitu Singosari-Jawa Timur, Lembang-Jawa Barat dan beberapa Balai Inseminasi Buatan Daerah seperti yang ada di Yogyakarta, Denpasar dan PadangMangatas.

Saat ini banyak sapi hasil silangan yang kualitasnya cukup menonjol, mulai dari peningkatan berat badan perhari, karkas sampai dengan kualitas daging, sapi-sapi tersebut kemudian diberi nama seperti nama pejantan dan induknya misalnya, simbra (simental brahman).
Pemerintah juga meng-impor sapi-sapi bakalan dari Australia, seperti sapi Brahman Cross (BX), Australia illawara Shorthorn (AIS), Friesien holstein (FH) dan Simbra (Simental Brahman). Terkadang juga mendatangkan sapi-sapi steer (sapi yang dikebiri) untuk mencukupi kebutuhan akan daging, dengan harapan mengurangi angka pemotongan sapi-sapi lokal.


Kebutuhan daging yang semakin meningkat menyebabkan minat beternak sapi potong semakin meningkat, usaha penggemukan sapi (kereman), rearing, feedlot dan usaha pembibitan sapi potong berkembang dengan pesat. Kondisi ini juga diikuti dengan meningkatnya permintaan semen beku pejantan tertentu untuk menghasilkan pedet yang baik.
MANAJEMEN KESEHATAN
Dalam mengelola usaha peternakan sapi, untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal perlu dipertimbangkan pemakaian bibit yang terjamin mutunya; tersedianya pakan yang cukup berkualitas; penerapan tatalaksana reproduksi yang optimal; penerapan zooteknis yang tepat; pencegahan dan pengendalian penyakit; penguasaan pemasaran dan sistem pencatatan yang baik.
Pengelolaam kesehatan hewan mendapatkan porsi yang cukup besar dan strategis, oleh karena mesin biologis penghasil daging dan air susu ini harus dalam keadaan sehat untuk menghasilkan protein untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Dasar pemilihan untuk memilih sapi yang baik selain bangsa, produksi, dan eksterior, kesehatan sapi sangat penting diperhatikan, oleh karena dalam pemeliharaan sapi banyak penyakit yang memerlukan perhatian seperti misalnya infertilitas, gangguan pada ambing dan puting, keluron menular, tuberkulosis, antraks dan anaplasmosis disamping berbahaya untuk hewan juga ada beberapa diantara penyakit tersebut yang bersifat zoonosis.


Bibit yang baik tentunya berasal dari peternakan dengan pengelolaan yang baik dan tercatat. Bibit dengan kelainan genetik free martin atau berasal dari induk yang terinfeksi IBR (Infectious Broncho Rhinotracheitis) tentunya tidak baik jika masuk kedalam sistem peternakan sapi. Demikian juga dengan cara pemeliharaan pedet yang baik dapat mencegah penyakit-penyakit yang sering menyerang pedet seperti penyakit radang pusar (Navel ill), Penyakit mencret pada pedet (Calf scours), Radang paru (Pneumonia) dan penyakit Cacingan (Helminthiasis).

Pakan harus dapat memenuhi kebutuhan pokok untuk hidup, untuk produksi daging dan susu dan untuk dapat bereproduksi, pakan yang sehat dalam arti tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya, seperti racun, jamur, dan bahan karesinogenik perlu mendapatkan perhatian oleh pelaksanan kesehatan hewan.

Di bidang reproduksi, pada sapi potong motto setahun lahir satu pedet masih merupakan impian yang sulit untuk di implementasikan. Reproduksi merupakan suatu keistimewaan fungsi tubuh yang secara fisiologik tidak vital bagi kehidupan individual, akan tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau bangsa hewan.

Siklus reproduksi merupakan rangkaian semua kejadian biologis kelamin yang berlangsung secara sambung menyambung hingga terlahir generasi baru dari suatu mahluk hidup. Jika siklus reproduksi dari suatu mahluk hidup terputus, maka kehadiran mahluk hidup di dunia akan menjadi terancam dan pada suatu saat mahluk tersebut akan mati tanpa ada generasi penerusnya, selanjutnya mahluk tersebut punah.

Proses biologis kelamin yang dimaksud dalam melengkapi arti dari siklus reproduksi, meliputi proses reproduksi dalam tubuh mahluk betina, sejak mahluk tersebut lahir sampai dapat melahirkan kembali. Pada sapi betina siklus reproduksi dapat dibagi menjadi Pubertas, musim kelamin, siklus birahi, saat yang tepat untuk inseminasi, kebuntingan, kelahiran dan kejadian pospartum.

Kegagalan reproduksi pada sapi lebih banyak disebabkan oleh faktor pengelolaan; faktor sapi betina dan faktor aksiden. Kegagalan reproduksi bisa berakibat pada kejadian infertilitas atau kemajiran sementara dan sterilitas atau kemajiran permanen.
Kesehatan reproduksi pada sapi lebih ditekankan pada pengelolaan reproduksi dan pengamanan reproduksi

Kebuntingan. Satu periode kebuntingan adalah periode mulai terjadi fertilisasi sampai terjadi kelahiran normal.Periode kebuntingan dihitung mulai dari perkawinan terakhir sampai dengan kelahiran anak. Pada sapi lama kebuntingan berkisar 278 – 282 hari.
Kelahiran. Yang dimaksud dengan kelahiran adalah proses fisiologik dimana uterus yang bunting mengeluarkan anak dan plasenta melalui saluran kelahiran.

Kejadian-kejadian postpartum. Kejadian postpartum bisa berupa adanya prolapsus uteri, retensio sekundinae, pyometra dan pengeluaran lochia

KEGAGALAN REPRODUKSI
1). Kegagalan karena faktor pengelolaan, termasuk teknik inseminasi, tenaga pelaksana yang kurang terampil, kurang pakan dan defisiensi mineral.
2). Faktor intern hewan, bisa jantan dan betina, pada daerah IB dan non IB dan dapat berupa kelainan bentuk anatomi, kelainan penyakit dan kelainan fungsi endokrin
3). Faktor – faktor yang bersifat aksiden ( kecelakaan atau kelainan ) misalnya distokia, torsio uteri, dan retensi plasenta.
Manifestasi kegagalan reproduksi bisa berupa infertilitas (kemajiran sementara) atau sterilitas (kemajiran permanen).

PENGELOLAAN REPRODUKSI
Pengelolaan reproduksi pada sapi yang dipelihara secara intensif relatif lebih mudah dilakukan, oleh karena sapi selalu berhubungan dengan manusia, minimal sehari dua kali.
Yang harus diperhatikan dalam mengelola reproduksi adalah :

1. Kartu ternak,
2. Pengamatan terhadap birahi.
3. Sapi betina beranak normal , sebaiknya
dikawinkan 60 – 90 hari kemudian
4. IB dilakukan pada saat yang tepat
( pertengahan sampai akhir dari birahi).
5. Sapi dara dikawinkan 14 -16 bulan, dengan
berat badan minimal 225 kg.
6. Semua sapi potong yang berada dalam
garis produksi di kelompokkan menjadi
kelompok habis beranak. Kemudian ada
kelompok menunggu perkawinan, menunggu
pemeriksaan kebuntingan dan kelompok
yang sukar bunting.
PENGAMANAN REPRODUKSI
Hindarkan sapi-sapi yang terkena penyakit seperti brucellosis, trichomoniasis dan vibriosis masuk kedalam peternakan saudara.
Betina yang mengeluarkan kotoran dari uterus, dan gejala birahi yang tidak teratur atau terus menerus dan tidak menjadi birahi setelah 60-90 setelah beranak perlu mendapatkan perhatian khusus
Pemeriksaan kebuntingan harus dijalankan secara teratur
Pengecekan saluran reproduksi perlu dilakukan
Angka konsepsi yang baik sekitar 1,5 – 1,7, persentase kebuntingan 70-90%.
Isolasi hewan yang mengalami abortus

PERKANDANGAN
Yang harus diperhatikan dalam membuat kandang
Ventilasi
Sinar matahari
Kekeringan
Konstruksi kandang
Keamanan hewan
Ukuran kandang
Bahan (kerangka kandang, atap kandang, lantai, dinding)


MACAM KANDANG
Menurut konstruksinya (tunggal dan ganda)
Menurut kegunaan (pejantan, betina, beranak, pedet dan kandang karantina)


KESIMPULAN
Kesehatan reproduksi berperan didalam mencegah kejadian / kelainan reproduksi yang mungkin timbul dalam suatu usaha peternakan sapi dengan mengutamakan upaya-upaya pencegahan.

Pencegahan dan Pemberantasan
Bagaimanapun juga upaya pencegahan selalu lebih baik dari pada upaya pengobatan. Pencegahan penyakit bisa dalam bentuk pemberian pakan yang berkualitas, sanitasi kandang, perlakuan khusus saat sebelum dan sesudah pemerahan, pengobatan cacing secara masal, vaksinasi ataupun diagnosis secara dini untuk mengetahui suatu penyakit (tuberkulinasi, tes rose bengal, tes mastitis, milk ring test dan lain-lain)

Tidak ada komentar:

KUNtilanak galeri

KUNtilanak galeri

sapa yang masuk?

  • http://kunto-anggoro.blogger.com

Mengenai Saya

Foto saya
Luka hati tak akan bisa hilang sampai ajal menjemput